DAERAH  

Abu Paya Pasie Hadiri Dzikir Akbar Peringati 2 Dekade Damai Aceh di Lhoksukon

Panggung utama, tempat berlangsungnya Dzikir Akbar dalam rangka memperingati dua dekade damai Aceh yang digelar Pemkab Aceh Utara pada Jum’at/15 Agustus 2025. Foto : Yoes/haba RAKYAT.

ACEH UTARA – haba RAKYAT | Tepatnya pada Jum’at, 15 Agustus 2025, sejak pukul 04.00 WIB, warga mulai berdatangan ke lapangan Landing, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara. Mereka dengan tertib memasuki lapangan mengambil tempat untuk prosesi shalat dengan membentangkan sajadah masing-masing.

Acara diawali dengan shalat fajar, kemudian dilanjutkan dengan shalat subuh berjamaah yang diimami oleh Tgk. Syech Zubaili. Usai pelaksanaan shalat subuh, kegiatan dilanjutkan dengan dzikir bersama dipimpin oleh Tgk. H. Jamaluddin Ismail (Walidi).

Dari atas mimbar utama, Walidi didampingi Tim Dzikir Masjid Agung Baiturrahim Lhoksukon, melantunkan dzikir dengan syahdu dan merdu di tengah suasana dingin pagi Jum’at yang penuh berkah, di lapangan beratap langit yang masih berembun. Membuat seluruh jamaah bertambah khusyuk larut dalam dzikir yang digelar Pemerintah Kabupaten Aceh Utara.

Lebih-lebih lagi saat Walidi melantunkan untaian syair “Ingat Mate” (Ingat Kematian) yang berisi peringatan bagi setiap orang untuk terus merenungi makna hidup.

“Hidup yang bermakna adalah hidup yang selalu mengingat mati, sekurang-kurangnya dalam satu hari kita harus mengingat mati sebanyak 20 kali,” kata Walidi.

Dzikir akbar yang digelar Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam rangka memperingati dua dekade Hari Damai Aceh turut dihadiri Ulama Kharismatik Aceh, Abu Paya Pasie, sekaligus menyampaikan tausiyahnya.

Abu Paya Pasie yang baru saja dikukuhkan menjadi Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh oleh Gubernur Muzakir Manaf secara khusus hadir ke lapangan Landing, Lhoksukon, untuk membersamai masyarakat Aceh Utara dalam prosesi dzikir akbar bersama jajaran ASN dan Pemkab Aceh Utara.

Bupati Aceh Utara Ayah Wa saat menyampaikan sambutannya pada momen dzikir akbar dalam memperingati dua dekade damai Aceh yang digelar Pemkab Aceh Utara di lapangan Landeng, kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, Jum’at/15 Agustus 2025. Foto : Yoes/haba RAKYAT.

Dalam tausiyahnya, Abu Paya Pasie antara lain mengajak jamaah untuk mensyukuri setiap nikmat dan rahmat yang telah Allah SWT berikan. Jika nikmat disyukuri, niscaya akan terus bertambah dan dilipatgandakan kenikmatan tersebut. Bahkan nikmat tersebut akan berwujud dalam berbagai bentuk dan rupa, muncul dari sebab dan arah yang tidak disangka-sangka.

“Oleh karena itu, teruslah mensyukuri setiap nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada kita hambaNya,” pinta Abu Paya Pasie.

Tak terkecuali dengan nikmat perdamaian yang telah hadir di bumi Aceh sejak 20 tahun lalu, yang bermula dengan MoU Helsinki antara Pemerintah RI dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada waktu itu.

Abu Paya Pasie mengajak seluruh jamaah untuk merenung kembali masa-masa sulit, serta bertafakkur ke masa depan, guna sama-sama menjaga nikmat perdamaian tersebut agar terus berwujud di tanah Aceh.

Selain Abu Paya Pasie, dzikir akbar memperingati 20 tahun perdamaian Aceh turut dihadiri Bupati Aceh Utara H. Ismail A. Jalil, SE., MM, Wakil Bupati Tarmizi, S.I.Kom, Ketua MPU Tgk. H. Abdul Manan Blang Jruen, Tgk. H. Muzakir Abdullah (Waled Lapang), Ketua DPRK Arafat Ali, SE, para pejabat Forkopimda Aceh Utara, Sekda Aceh Utara Dr. A. Murtala, M.Si, para Staf Ahli Bupati, para Asisten, para Kepala OPD, para Camat, seluruh pejabat struktural, pimpinan Partai Politik, para Ketua Ormas dan OKP, ASN, para pelajar, serta tokoh masyarakat.

Bupati Aceh Utara, H. Ismail A. Jalil, SE., MM, menyampaikan sambutannya setelah pelaksanaan dzikir. Ayahwa, sapaan akrab Bupati, menyampaikan bahwa tanggal 15 Agustus selalu menjadi pengingat terhadap sebuah perjalanan panjang dari konflik menuju kedamaian di Aceh.

“Kita pernah melalui masa yang begitu sulit. Jalan-jalan lengang menjelang senja, bukan karena hujan atau badai, tetapi karena rasa takut yang mencekam. Anak-anak yang tidak bebas bermain, para ibu menyimpan cemas, dan para ayah tak selalu pulang dengan perasaan aman,” ungkap Ayahwa.

Di tengah kekayaan alam yang Allah titipkan, lanjutnya, kemiskinan justru merajalela. Pasar-pasar tutup, sekolah-sekolah terhenti, dan banyak keluarga kehilangan orang-orang tercinta. Inilah luka yang tak mudah hilang dari ingatan kita.

Namun, dengan izin Allah, melalui kesabaran, doa, dan perjuangan semua pihak, lahirlah MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005. Sebuah tanda tangan yang mengakhiri puluhan tahun konflik, sekaligus menjadi ‘janji suci’ antara Aceh dan Pemerintah RI untuk membangun masa depan yang damai dan sejahtera.

“Pada momen yang penuh makna ini, izinkan saya menegaskan kepada para hadirin/hadirat, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat, bahwa MoU Helsinki bukan hanya dokumen formal. Ia adalah ikrar yang ditulis dengan air mata dan pengorbanan rakyat Aceh.

Oleh karena itu, mari kita pastikan seluruh butirnya dijalankan dengan sepenuh hati. Mari kita jaga otonomi khusus Aceh, kita hormati kewenangan daerah, dan kita wujudkan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Aceh, termasuk Aceh Utara.

Perdamaian yang kita nikmati saat ini adalah anugerah besar. Dan anugerah hanya akan bertahan jika kita menjaga dan merawatnya bersama. Jangan biarkan jarak antara pusat dan daerah memudarkan semangat persaudaraan kita sebagai satu bangsa.

Kepada para pejuang yang telah berpulang, kita kirimkan doa. Kepada anak-anak yatim yang tumbuh tanpa orangtua akibat konflik yang berkepanjangan, kita berikan perhatian dan kasih sayang. Kepada para korban yang masih membawa luka batin, mari kita rangkul dengan penuh keikhlasan, tutupnya.

Yoes/hR