Foto : Peserta rapat kordinasi BKKBN di Langsa, foto bersama.
LANGSA, haba RAKYAT | Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Aceh mengelar rapat koordinasi tim tehnis dalam rangka diskusi panel manejemen kasus stunting tahun 2022, Minggu, (18/9) di Hotel Harmoni Langsa.
Ketua Panitia Pelaksana dr Noliasari menyebutkan kegiatan rapat koordinasi ini di hadiri sebanyak 12 kab/kota di Aceh masing-masing, Pidie, Pidie Jaya, Bireun, Aceh Utara, Lhok Seumawe, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Dan kegiatan ini, bertujuan untuk mengitervensi penurunan stunting di Aceh memiliki menajemen strategi dan operasional yang baik serta responsif.
Sementara tujuan khususnya, pertama menemukan dan mengenal faktor resiko penyebab stunting di kab/kota, kedua mendapatkan solusi dan permasalahan yang kasuistik di tiap daerah dan yang ketiga mendapatkan stretment yang tepat pada kasus stunting yang sulit.
Selanjutnya, rapat koordinasi tim teknis dalam rangka diskusi panel manajemen kasus stunting tahun 2022 adalah pertemuan dalam percepatan penurunan prevalensi stunting yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten/Kota.
Sementara itu, Kepala BKKBN Aceh, Drs. Sahidal Kastri M.Pd mengatakan BKKBN terus berupaya menurunkan angka stunting di Aceh, ini sesuai perintan pemerintah pusat yang menjadikan BKKBN sebagai koordinator dalam penanganan percepatan penurunam stunting.
Salah satu trobosan penurunan stunting dengan membentuk tim pendampingin keluarga (TPK) yang dilakukan secara berkesinambungan yang diawali dari calonn pengantin, ibu hamil, pasca persalinan dan bayi berumur 2 tahum.
Ditambahkanya, dalam perkembangannya berbagai problem dan dinamika terjadi di kab/kota, untuk itu butuh kesepahaman bersama sehingga oenanganan kasus stunting teratasi dengan baik.
Sementara itu, Asisten I Pemerintah Aceh, M Jafar,H,M.HUM selaku Ketua TPPS provinsi mengatakan berdasarkan hasil studi kasus gizi indonesia tahun 2021, angka stunting Provinsi Aceh adalah 33,18%, sekaligus menempati posisi ke 3 tertinggi Se Indonesia setelah Provinsi NTT dan Sulawesi Barat.
Ini artinya terdapat 33 anak stunting dari 100 anak yang ada Aceh. Angka stunting tertinggi ada di Kabupaten Gayo Lues (42,9%), Kota Subulussalam (41,8%), Kab. Bener Meriah (40,0%). Jika melihat dari ambang batas toleransi yang direkomendasi oleh WHO tentang jumlah stunting, yaitu hanya 20%, maka tidak ada satupun Kabupaten/Kota di Aceh yang berada dibawah 20%. Termasuk Kota Banda Aceh yang terbaik namun masih pada angka 23,4%, Kota Sabang (23,8%), Bireun (24,3%).
Selanjutnya, ada 2 pendekatan intervensi yang dilakukan, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitive yang difokuskan pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Ditambahkanya, komitmen para Ketua TPPS Kab/Kota, Ketua Tim Audit Kasus Stunting, Kepala Bappeda, Kepala Dinas Kesehatan, & Kepala OPD KB masing-masing Kabupaten/Kota sangatlah penting, karena dengan komitmen yang kuat dari kita semua dalam menurunkan stunting akan mempengaruhi prioritas daerah dalam menggunakan semua sumber daya yang ada untuk difokuskan pada isu-isu komitmen yang telah kita bangun.
Dalam upaya percepatan penurunan stunting di Prov. Aceh pada tahun 2019 gubernur Aceh telah mengeluarkan surat keputusan Gubernur Aceh No. 14/2019 tentang pencegahan dan penanggulangan stunting di Prov. Aceh.
Terakhir, kami menyarankan forum ini akan menjadi wadah kita bersama dalam pengendalia kinerja kita semua dalam menurunkan jumlah stunting di Aceh. (HR 02 / Sukri Asma)