Tio Achriyat, mantan Pj. Bupati Aceh Selatan. Foto : Via/haba RAKYAT.
TAPAKTUAN – haba RAKYAT | Menurut Tio, Kabupaten Aceh Selatan kembali terseret dalam badai fiskal yang sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data terbaru, utang belanja Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan pada Tahun Anggaran 2024 utang mencapai angka fantastis, yakni Rp. 184.214.570.873,99.
“Ini bukan angka kecil, ini adalah beban struktural yang secara langsung membebani masa depan pembangunan daerah”, ujarnya.
Hal tersebut disampaikan Tio Achriyat kepada awak media di Tapaktuan pada Kamis, 17/07/2025, ia mengatakan tak hanya soal utang, tapi ada persoalan yang lebih serius yaitu tentang penggunaan Dana Earmark secara tidak bertanggung jawab.
Dana Earmark sejatinya adalah dana yang dialokasikan secara khusus untuk program-program prioritas dan tidak boleh digunakan di luar peruntukannya. Di Aceh Selatan, dana earmark yang telah digunakan mencapai Rp. 132.362.340.202,33, kata Tio.
Sebagai contoh, dana earmark mencakup:
- Dana BOS untuk pendidikan sekolah,
- Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA),
- Dana Operasional Puskesmas (BOK),
- Gaji ASN, TPP, hingga bantuan sosial dan penanggulangan stunting,
- Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA).
- Insentif Fiskal.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Dana Earmark Kabupaten Aceh Selatan Tahun Anggaran 2024 secara sengaja dipakai untuk kegiatan lain yang tidak pada tempatnya itu sebesar Rp.132.362.340.202 dengan rincian: DAK Non Fisik 2023 Rp 1.220.366.271,-, DAK Non Fisik Tahun 2024 Rp 11.154.232.228,-, DAK Fisik 2024 Rp 35.852.989.435,- , Otsus 2024 Rp. 16.653.734.812,-, DBH Sawit 2023 Rp.2.653.325.600,-, DBH Sawit 2024 Rp 3.550.154.230,-.
Kemudian DAU ditentukan bidang Pendidikan Rp. 21.351.449.009,-, DAU ditentukan bidang kesehatan Rp 10.596.136.953,-, DAU ditentukan bidang pekerjaan umum Rp 12.679.681.566,-, Insentif Fiskal 2024 Rp 4.351.492.500,-, Bantuan Keuangan Provinsi Rp 172.610.504,-, Dana Non Kapitasi Rp 10.823.663.335,- dan Hibah Rehabilitasi dan Rekontruksi Rp 2.450.284.992,99,-.
Menggerus dana earmark berarti mengganggu layanan dasar yang paling vital bagi masyarakat, khususnya mereka yang miskin dan rentan. Dan lebih buruknya lagi, defisit riil anggaran kini telah menyentuh angka Rp 267.364.205.368,01 sebuah indikasi bahwa pengelolaan fiskal telah keluar jalur secara sistematis dan terus-menerus, paparnya.
Selain itu, kondisi ini bukanlah kejutan bagi yang mengikuti dinamika keuangan Aceh Selatan. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2023 sudah menunjukkan pola yang sama.
Namun, ironisnya, tidak ada perbaikan pada tahun berikutnya. Kesalahan dibiarkan berulang. Artinya, tidak ada kehendak dan keinginan untuk belajar dari kesalahan. Yang ada justru keberlanjutan pola keliru yang merusak.
Mantan Penjabat Bupati Aceh Selatan Cut Syazalisma, S.STP, M.Si, yang saat itu memimpin bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab ini, paparnya.
Bahkan, jika ditarik ke belakang, saat masih menjabat sebagai Sekda dan Ketua TAPD definitif, yang bersangkutan telah mengetahui bahwa defisit membengkak dari tahun ke tahun namun tetap melanggengkan tindakan-tindakan yang mengarah pada kerusakan tata kelola keuangan daerah.ucap pak Tio dengan tengah.
Oleh karena itu, sangat wajar jika publik menyebut kondisi ini sebagai bentuk “perampokan hak rakyat miskin” secara terstruktur, sebut Tio.
Lebih lanjut katanya, Ini bukan lagi soal teknis anggaran, ini sudah masuk ranah moralitas kepemimpinan. Dana publik, terutama dana yang ditujukan untuk kebutuhan mendasar rakyat, tidak boleh dipermainkan apalagi dialihkan untuk menutupi manuver fiskal yang gagal direncanakan.
Menurut Tio, Tulisan ini bukan ditulis untuk menebar kebencian. Justru sebaliknya , ini adalah peringatan keras dan terbuka bagi siapa pun yang sedang atau akan diberi amanah untuk memimpin Aceh Selatan.
“Jabatan adalah kehormatan, tetapi ia juga adalah beban tanggung jawab yang sangat besar. Ketika amanah itu diabaikan”, pungkasnya.
Via/hR