Oleh : Ramli Usman, S.Pi (Masyarakat Pemerhati Lingkungan)
E tika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat, sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Etika Lingkungan atau keberlanjutan ekologi yang luas merupakan alternatif wacana menyelamatkan lingkungan, sumber daya alam, dan ekosistem. Paradigma ini memberikan gagasan terhadap pemahaman pertumbuhan ekonomi dengan berbasis ekologi yang sekaligus memberikan peningkatan kualitas dan standar hidup.
Kita tentunya sepakat dengan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa ekonomi dan lingkungan tidak boleh dikotomikan. Alasannya, karena sinergitas antara ekonomi dan lingkungan sudah diatur dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 4 yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Oleh karenanya, masalah lingkungan pada hakikatnya menjadi tanggung jawab semua individu. Untuk itu, sangat penting untuk membina wawasan dan kepedulian lingkungan di kalangan masyarakat. Selain itu, setiap orang juga harus mengerti dan memahami konsep etika lingkungan.
Menjaga kelestarian lingkungan menjadi salah satu tugas wajib setiap manusia. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia, hewan, tumbuhan. Jika tidak dirawat dengan baik, akan terjadi kerusakan pada alam dan bisa mengancam setiap makhluk hidup.
Regulasi untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup telah tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut berisi tentang perencanaan upaya pelestarian lingkungan hidup sebagai fokus utamanya.
Pengertian Etika Lingkungan
Etika bersumber dari istilah Yunani yakni “ethos”, bermakna karakter, susila, dan adat. Etika terkait sistem kehidupan, indikator benar salah, sehingga dapat menilai perbuatan sehari-hari. Etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
Pada ujungnya, etika menolong manusia dalam mengambil keputusan etis tentang apa yang harus dilakukan dan diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan termasuk dalam menjaga lingkungan.
Etika lingkungan merupakan nilai-nilai keseimbangan dalam kehidupan manusia dengan interaksi dan interdependesi terhadap lingkungan hidupnya yang terdiri dari aspek abiotik, biotik, dan kultur.
Etika lingkungan adalah penuntun tingkah laku yang mengandung nilai-nilai positif dalam rangka mempertahankan fungsi dan kelestarian lingkungan. Etika lingkungan mempersoalkan bagaimana sebaiknya perbuatan sesorang terhadap lingkungan hidupnya.
Etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral lingkungan yang merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan.
Dengan adanya etika lingkungan, manusia tidak hanya mengimbangi hak dengan kewajibannya terhadap lingkungan, tetapi juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kegentingan lingkungan.
Jenis-Jenis Etika Lingkungan
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi dibedakan dan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu, etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan.
Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.
Etika Ekologi Dalam
Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama.
Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang.
Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas di sini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
Etika Ekologi Dangkal
Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris.
Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan.
Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Realita lingkungan
Namun kenyataannya, lain di mulut lain pula di hati. Jika para pembuat kebijakan pembangunan di negara ini paham serta konsisten mengikuti arahan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 4, maka seharusnya dari tahun ke tahun terjadi penurunan jumlah bencana alam di republik ini.
Proses membangun tidak mesti merusak alam secara membabi-buta yang akhirnya mengancam kehidupan manusia itu sendiri.
Ke depan diharapkan ada tiga hal yang penting untuk dilakukan, yaitu :
▪︎ Pertama, mendorong pemerintah agar membuat kebijakan sesuai dengan konstitusi negara.
▪︎ Kedua, mensosialisasikan literasi pembangunan ekonomi ramah lingkungan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) baik secara informal maupun formal dalam kurikulum pendidikan.
▪︎ Ketiga, mempraktikkan pembangunan ramah lingkungan di institusi pendidikan.
Institusi pemerintah, Perguruan Tinggi, Sekolah dan Madrasah harus dapat memberikan contoh bagaimana membangun dengan menggunakan inovasi-inovasi ramah lingkungan dengan tiga pilar yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi dengan rujukan utama pada alam serta kelestarian lingkungannya.
Mengapa literasi pendidikan pembangunan ekonomi ramah lingkungan penting? Paolo Freire pernah mengatakan, bahwa pendidikan memiliki kekuatan politik dan ideologis dalam mengusung agenda perubahan sosial ekonomi.
Oleh karena itu, untuk mengurangi bencana alam yang diakibatkan dari ulah manusia (antroposentris) harus dimulai dari kurikulum pendidikan yang memuat nilai-nilai ramah lingkungan. Harapannya, muncul kecerdasan lingkungan/ekologi (ecological intelligence) sejak dini.
Kita berharap, dengan adanya kesadaran etika lingkungan dan tumbuhnya literasi pembangunan ekonomi ramah lingkungan sedini mungkin bagi warga masyarakat akan menjadi langkah awal Pemerintah mewujudkan target kesepakatan Conference of Parties (CoP) 26 di Glasgow, Skotlandia. Setelah literasi pembangunan ekonomi ramah lingkungan dilakukan secara TSM maka praktik pembangunan ramah lingkungan niscaya akan lebih mudah dilakukan.
Pada COP 26, tercatat setidaknya ada lima sektor utama yang menjadi perhatian dunia untuk mendukung target peningkatan suhu global tidak lebih dari 1, 5 derajat Celsius. Lima sektor ini adalah pertanian, kehutanan, transportasi, energi dan pembiayaan.
Di sektor pertanian, dunia akan fokus kepada aktivitas produksi dan perdagangan hasil pertanian ramah lingkungan serta perbaikan kehidupan petani lokal. Di sektor kehutanan, pemimpin negara yang hadir pada COP 26 sepakat mengakhiri deforestasi selambat lambatnya pada 2030.
Dalam mewujudkan kesepakatan ini, beberapa negara maju akan menyediakan pendanaan kolektif untuk sektor kehutanan antara USD12 miliar sampai lebih dari USD19 miliar dari 2021 sampai 2025.
Di sektor transportasi, seluruh peserta menyepakati peningkatan produksi dan penggunaan kendaraan tanpa emisi pada 2030 untuk negara maju dan selambat-lambatnya 2040 negara berkembang.
Sedangkan pada sektor energi berfokus kepada transisi dari pemanfaatan energi fosil ke energi terbarukan. Upaya yang dilakukan adalah peningkatan investasi pada pembangkit tenaga surya, angin, dan pembangkit energi terbarukan lainnya.
Seluruh negara juga sepakat untuk menghentikan segala dukungan dari pemerintah dalam kegiatan pembangkit listrik tenaga batu bara dan mulai bertransisi ke energi terbarukan pada 2030 untuk negara maju, dan selambat-lambatnya pada 2040 untuk negara berkembang.
Terkait pembiayaan, mobilisasi pembiayaan untuk menciptakan iklim berkelanjutan akan dilakukan oleh Multilateral Development Banks (MDB) dalam membantu sektor publik dan swasta dalam meningkatkan investasi hijau.
Problematika lingkungan
Setidaknya ada 10 problem lingkungan di sekitar kita saat ini yang membutuhkan keseriusan semua elemen masyarakat, termasuk dunia pendidikan terutama bagi pendidikan tinggi. Terlebih lembaga pendidikan yang bernuansa agama agar dapat mendeklarasikan diri sebagai “Smart and Green Campus”.
Kesepuluh problem tersebut adalah adalah sampah plastik, banjir, sulitnya air bersih, pencemaran sungai, pencemaran udara, abrasi/longsor, kerusakan hutan, pencemaran tanah, rusaknya ekosistem laut, dan pemanasan global.
Fikih lingkungan menjadi formula penting untuk menyadarkan masyarakat bahwa perhatian pada penyelesaian problem lingkungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran agama, dan merupakan bagian dari kemaslahatan yang menjadi tujuan esensial agama.
Untuk itu perlu melahirkan gerakan moral untuk menyadarkan dan mendesak semua pihak, karena jika tidak segera diatasi akan menghadirkan “mimpi buruk” pada generasi mendatang.
Mengingat belakangan ini isu lingkungan semakin meredup, dan perilaku eksploitatif (rakus) manusia terhadap alam kian bernafsu dan laju perusakan lingkungan tetap menunjukkan grafik menaik.
Allah SWT telah mengingatkan, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. [Q.S Al-A’raaf:56].
Wallahua’lam
(Oleh : Ramli Usman, S.Pi/ Masyarakat Pemerhati Lingkungan, Disarikan dari berbagai sumber) Yoes/hR.