DAERAH  

Ini Tujuan MAA Aceh Timur Gelar Pelatihan Peradilan Adat

Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Timur menggelar pelatihan Peradilan Adat yang diikuti para Imum Gampong, Ketua MAA Kecamatan dan pengurus Kabupaten bertempat di aula Kantor Pendidikan Dayah. Foto : Syafrizal R/haba RAKYAT.

ACEH TIMUR – haba RAKYAT | Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Timur menggelar pelatihan Peradilan Adat yang diikuti para Imum Gampong, Ketua MAA Kecamatan dan pengurus Kabupaten bertempat di aula Kantor Pendidikan Dayah, pada Selasa (12/10/2024).

Kegiatan tersebut dibuka Pj. Bupati Aceh Timur Amrullah M. Ridha yang diwakili Asisten Bidang Pembangunan dan Ekonomi setdakab Aceh Timur, Dr. Darmawan Ali.

Herlina Kepala Sekretariat Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Timur dalam laporannya menyampaikan bahwa, “Kegiatan pelatihan Peradilan Adat ini berlangsung selama satu hari dengan jumlah 60 orang peserta”, sebut Herlina.

Adapun pemateri pada pelatihan ini yakni, Dr. Darmawan Ali dengan materi Peran Keujruen Blang Dalam Kegiatan Pertanian.

Kemudian Tgk. Yusdedi Wakil Ketua I Majelis Adat Aceh dengan materi Sengketa Dalam Rumah Tangga. Sementara itu Muchsin Muchtar dengan materi Sengketa Hewan Ternak.

“Pelaksanaan pelatihan Peradilan Adat ini kami harapkan dapat berjalan dengan baik dan sukses,” pungkas Herlina.

Dalam kesempatan itu, Pj. Bupati Aceh Timur Amrullah M. Ridha yang diwakili Asisten Bidang Pembangunan dan Ekonomi setdakab Aceh Timur, Dr. Darmawan Ali. dalam Berbagai dan laporannya mengatakan bahwa, “Dalam qanun Aceh nomor 9 tahun 2008 tentang pelatihan kehidupan adat dan adat istiadat, maka dalam hal penyelesaian kasus ringan di tingkat Gampong yang disetujui sebelumnya”.

“Hukum adat itu hidup dan berkembang dalam masyarakat Aceh sepanjang tidak bertentangan dan bertentangan dengan syariat Islam, maka hukum adat itu harus dilestarikan,” terang Dr. Darmawan.

Oleh karena itu, “Syariat Islam menjadi tolak ukur penyelenggaraan kehidupan adat di daerah, baik di Gampong maupun mukim,” kata Dr. Darmawan.

“Hukum adat merupakan ketentuan yang tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Aceh yang memiliki sangsi jika dilanggar”.

Maka dalam hal ini, “Kewajiban Gampong menyelesaikan setiap kasus tindak pidana ringan yang terjadi ditenggha masyarakat”.

Lebih lanjut disampaikan bahwa, “Pembinaan, pengembangan dan pelestarian adat perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya,” pungkas Dr. Darmawan.

Ril/Syaf