11 Nelayan Aceh Timur di Tangkap Polisi Thailand, Haji Uma Sudah Koordinasi Dengan Konsulat Songkhla

Jakarta, haba RAKYAT | Berawal dari hilang kontak para nelayan KM. Nakri Idi Cut Aceh Timur dengan pemilik kapal sejak 19 Juni 2022 lalu, kemudian ada warga yang menghubungi anggota DPD RI H Sudirman alias Haji Uma untuk meminta bantuan menelusuri keberadaan para nelayan tersebut. Selasa (21/06/2022)

Informasi ditangkapnya 11 nelayan asal Aceh Timur oleh otoritas pemerintah Thailand disampaikan Haji Uma kepada awak media dalam pers rilisnya setelah berkoordinasi dengan Konsulat Republik Indonesia untuk Songkhla, Thailand.

Selanjutnya Haji Uma menghubungi Konsuler Republik Indonesia di Songkhla Thailand Nunung Nurwulan. “Kita sudah berkoordinasi dengan dengan Ibu Nunung untuk memastikan keberadaan dan kondisi 11 nelayan asal Idi Cut Aceh Timur yang sempat hilang kontak dua hari lalu” sebut Haji Uma dalam keterangan tertulis.

Melalui Haji Uma, Konsulat Republik Indonesia untuk Songkhla, Thailand
Nunung menjelaskan, ada 11 Nelayan Aceh yang telah dtangkap dan diduga melakukan tindakan melawan hukum di Thailand yaitu dengan melakukan penangkapan ikan di perairan laut Negara Thailand dan sekarang sudah di Amankan oleh kepolisian Phuket Thailand, terangnya.

Berikut nama-nama nelayan Aceh Timur yang ditangkap di Thailand: Hamdan atau Zidan (Nahkoda), Muslim Isha, Irwan Saputra, Muktar, Syahrul, Isaha, Alazuwan, Khairullah, Atan, Yusuf, Ahmad dan Jailani.

Setelah pendataan oleh Konsulat RI di Songkhla, sebagian nelayan tidak memiliki KTP, saat ini Haji Uma sudah menugaskan penghubungnya di Aceh Timur untuk melakukan koordinasi dengan pemilik kapal, Panglima Laot Lhok Kuala idi Cut, Polres Aceh Timur dan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Timur

“InsyaAllah bersama-sama kita akan bantu, saya berharap kepada keluarga agar tetap tenang, kondisi para nelayan semuanya selamat dan sehat” papar Haji Uma

Senator DPD RI asal Aceh itu juga tak henti-hentinya mengingatkan kepada nelayan Aceh untuk melakukan evaluasi dan mawas diri, walaupun dengan segala macam dalih untuk pembenaran diri terhadap pelanggaran wilayah teretorial di negara orang lain.

“Kedepan tidaklah menjadi alasan dari sebuah pembenaran sikap kita, sedangkan pada akhirnya kita sendiri yang harus menanggung resiko menjalani proses hukum di negara lain. Resiko lain juga ikut menimpa keluarga di rumah tanpa ada yang menafkahi serta kerugian Toke , akibat kapal miliknya disita polisi negara lain yang seharusnya dapat mempekerjakan belasan orang setiap harinya, jelasnya.

“Kita Doakan semoga proses hukum terhadap para nelayan kita berjalan lancar dan dipermudah, sehingga mereka dapat segera berkumpul kembali dengan keluarga masing-masing” pungkas Haji Uma. (Rils/Raz)